Salah satu cara yang saya lakukan untuk mengenalkan dunia saya pada si kecil. Kali pertama saya mengajak si kecil menghadiri Festival Media AJI Indonesia, dan kami mampir ke salah satu stand AJI Kota melihat secara langsung koran-koran tempo dulu yang keotentikannya masih nyata. SAYA menulis artikel ini, bukan karena saya ingin bersaing dengan seorang wartawan senior dari koran nasional yang belakangan namanya mencuat dan menjadi perdebatan di kalangan jurnalis. Saya sadar kelas saya di dunia media cetak, koran, baru seujung kuku. Saya menulis ini karena saya juga merasakan keresahan yang sama. Keresahan yang dirasakan (mungkin) hampir seluruh jurnalis yang besar dan hidup dari koran. Namun dibalik keresahan itu, saya masih memiliki segudang optimistis bahwa koran memiliki 1.000 nyawa, tak akan pernah mati atau benar-benar mati dengan ada atau tidaknya media baru. Media online yang saat ini tumbuh subur layaknya jamur dimusim hujan bukanlah malaikat maut bagi koran!...
Be Smart, Productive and Keep Shining