“Kenapa harus cantik? Karena semua perempuan berhak untuk cantik.
Karena setiap perempuan adalah bintang yang bersinar dan layak menjadi pusat perhatian”
Seorang ibu-ibu menepuk
pundak saya dari belakang tatkala saya tengah memilih-milih pakaian di rak
khusus diskon.
“Dek, beli jilbabnya dimana?” tanya si ibu sambil
melihat ke wajah ku
“Oh ini saya beli dasar ibu, trus dijadikan jilbab
deh. Murce bu. Murah dan ceria,” terang ku
Ibu tersebut hanya
satu dari beberapa orang yang suka menelisik selera fashion saya. Si ibu
rupanya tertarik dengan motif jilbab yang saya gunakan. Ya, rata-rata koleksi
jilbab yang saya miliki memang berbeda dari milik orang kebanyakan. Saya termasuk
jarang membeli jilbab segiempat ataupun pashmina di toko jilbab. Kalau pun
masuk toko jilbab yang saya beli hanya antem cepol. Atau jilbab langsung jadi
alias jilbab sorong praktis. Selebihnya saya membeli dasar. Saya juga tidak
terlalu mengikuti trend jilbab dengan berbagai merk. Kalaupun ada jilbab edisi
terbaru, rata-rata modal gratisan, alias dikasih orang.
Kenapa saya
lebih senang membeli dasar kemudian di -sirsak
(merapikan potongan pinggir bahan) menjadi jilbab. Karena bagi saya lebih
menguntungkan dan bahan yang saya dapatkan lebih berkualitas, ketimbang saya
membeli jilbab jadi. Selain itu motif yang saya dapatkan juga lebih
menarik. Misalnya saja, untuk satu
jilbab segiempat polos di pasar rata-rata dihargai Rp 10.000,- dengan harga seperti itu saya bisa mendapatkan
bahan yang lebih tebal, bagus dan halus. Cukup dengan menambah cost Rp 5.000, bahan yang saya beli tadi
sudah menjadi jilbab siap pakai. Jadi lebih mahal? Tentunya tidak. Jika saya
membeli jilbab segiempat yang sudah jadi dengan kualitas bahan yang sama harganya
sudah dikisaran Rp 40.000,- per jilbab. Hmm..lebih
untungkan. Tapi memang harus diakui sedikit repot. Repot kalau untuk fashion
sendiri kenapa tidak.
Oya, bicara soal
fashion bagi saya fashion adalah soal selera dan seni berkreativitas. Ada tiga
hal penting yang harus menjadi catatan kalau bicara soal fashion bagi saya. Pertama, gak usah takut ketinggalan model,
karena model fashion itu sifatnya akan berulang. Contohnya saja trend penggunaan
overal. Iya, overal kalau saya lebih senang menyebutnya dengan istilah baju
monyet. Baju yang ada kantong dibagian depannya dan bersifat langsung
(menyatukan atasan dan bawahan). Trend baju overal marak digunakan remaja
ditahun 90-an. Nah sekarang model itu muncul lagi loh. Artinya fashion itukan
berulang. Jadi gak ada istilah ketinggalan mode. Kedua,
manfaatkan moment diskon. Tulisan sale memang menggoda
bagi perempuan ya. Dimana ada sale,
selalu rame ibu-ibu tumpah ruah. Barang diskon gak selamanya murahan ya.
Tinggal bagaimana cara kamu memilihnya. Dan mata memang harus super jeli dan
jari juga harus lincah memilah.
And last
but not least hubungan persahabatan. Nah nyambungnya kemana ini. Iya, hubungan
persahabatan itu perlu. Kamu harus sahabatan donk sama penjaga toko pakaian
favorite kamu. Karena kalau kamu sahabatan, setiap pakaian yang menjadi target
kamu ketika berlaku diskon, kamu bisa dapetin hahhaha. Ini real loh, pengalaman
pribadi. Secara dengan kondisi kantong saya yang minim, gak dipungkirin dong pengen
punya baju yang kece dan bermerk. But kalo
kita mau beli pas harganya mehong sejagat, kayaknya gak deh. Harga
diatas Rp 150.000 aja saya mikir-mikir say. Jadi triknya beli pas diskon. Kapan
diskonnya, temenin karyawan tokonya. (**)
Komentar
Posting Komentar